Jumat, 04 Maret 2011

PENAFSIRAN DALAM HUKUM PAJAK


Di dalam memahami suatu ketentuan Undang-undang agar jelas diperlukan suatu penafsiran. Penafsiran hukum ialah suatu upaya yang pada dasarnya menerangkan, menjelaskan, menegaskan baik dalam arti memperluas ataupun membatasi atau mempersempit pengertian hukum yang ada dalam rangka penggunaannya untuk memecahkan masalah atau persoalan yang sedang dihadapi.
Cara-cara penafsiran hanya merupakan alat untuk mencoba mengetahui dan memahami arti kadah-kaedah hukum.

Macam-macam penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum:


a.        Penafsiran Tata Bahasa (Gramatika).
Penafsiran tata bahasa, ialah cara penafsiran berdasarkan pada bunyi ketentuan undang-undang, dengan berpedomen pada arti perkataanperkataan dalam hubungannya satu sama lain dalam kalimat-kalimat yang dipakai oleh undang-undang, yang dianut ialah semat-mata arti perkataan menurut tata bahasa atau kebiasaan, yakni arti dalam pemakaiansehari-hari.
b.       Penafsiran Sahih (Resmi, Autentik)
ialah penafsiran yang pasti terhadap kata-kata itu sebagaimana yang diberikan oleh pembentuk Undangundang. Misalnya arti “malam” dalam Pasal 98 KUHP yang berarti waktu antara matahari terbenam dari matahari terbit.
c.        Penafsiran Histories :
1). Sejarah hukumannya, yang diselidiki maksudnya berdasarkan sejarah terjadinya hukum tersebut.
Drs. Arif Surojo, M. Hum / PHP 18
2). Sejarah Undang-undangnya, yang diselidiki maksud pembentuk undang-undang pada waktu membuat undang-undang itu, misalnya didenda f 10, sekarang ditafsirkan dengan uang R.I., sebesar Rp.10,-
d.       Penafsiran Sistematis (Dogmatis).
Penafsiran sistematis ialah penafsiran memiliki susunan yang berhubungan dengan bunyi pasal-pasal lainnya baik dalam undangundang itu maupun dengan undang-undang yang lain.
e.        Penafsiran Sosiologi.
Penafsiran sosiologi yaitu penafsiran dengan mengingat maksud dan tujuan undang-undang. Hal ini penting karena kebutuhan-kebutuhan berubah menurut masa, sedangkan undang-undang tetap saja.
f.        Penafsiran Ekstensip.
Penafsiran ekstensip ialah penafsiran dengan memperluas arti, katakata dalam peraturan itu sehingga sesuatu peristiwa dapat dimaksudkan dalam ketentuan itu. Misalnya “aliran listrik termasuk benda”.
g.       Penafsiran Restriktif.
Penafsiran restriktif ialah penafsiran dengan mempersempit arti katakata dalam suatu undang-undang, misalnya “kerugian” tidak termasuk kerugian yang “tak berwujud” seperti sakit, cacat dan lain-lain.
h.       Penafsiran Analogis.
Penafsiran analogis ialah penafsiran pada suatu hukum dengan memberi ibarat (kiyas) pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya, sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak dapat dimasukkan, kemudian dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut.
i.         Penafsiran A Contrario.
Penafsiran a contrario ialah suatu cara penafsiran undang-undang yang didasarkan pada lawan dari ketentuan tersebut. Contoh Pasal 34 BW yang menyatakan bahwa seorang perempuan tidak diperkenankan menikah lagi sebelum lewat 300 hari setelah perkawinannya terdahulu diputuskan. Bagaimana hanya dengan laki-laki ? Tidak berlaku karena kata lakilaki tidak disebutkan.
Cara-cara penafsiran sebagaimana telah diuraikan terdahulu pada umumnya berlaku dalam Hukum Pajak, namun penafsiran Drs. Arif Surojo, M. Hum / PHP 19 Undang-undang pajak sering dilihat dengan kaca mata yang istimewa, sehingga sering para sarjana mengatakan sebagai masalah yang luar biasa. Alasannya banyak orang yang berbuat demikian, karena berdasarkan kenyataan, bahwa corak pemungutan pajak berpengaruh besar atas cara-cara penafsiran itu.
Mr. Santoso Brotodihardjo, S.H. (1982 : 147), menyatakan bahwa hingga kini yang merupakan titik persengketaan di antara para sarjana adalah penafsiran analogi dalam Hukum Pajak, sekali pun pada gelagatnya pada akhir-akhir ini mereka cenderung kepada pendapat bawa penafsiran semacam ini harus tidak dipergunakan dalam penafsiran perundang-undangan pajak.
Berdasarkan Pasal 23 Ayat (2) UUD 1945 bahwa segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan Undang-undang. Artinya bahwa tidaklah sekali-kali diperkenankan memungut pajak selain berdasarkan Undang-undang. Maksud dari ketentuan ini agar wajib pajak tidak diperlakukan semena-mena oleh Fiskus.

0 Comment:

Template by:
Free Blog Templates