Jumat, 04 Maret 2011

Hukum Pajak


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Sejarah Singkat Pemungutan Pajak
Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik dibidang kenegaraan maupun dibidang sosial dan ekonomi. Pada mulanya pajak belum merupakan suatu pungutan, tetapi hanya merupakan suatu pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja dalam memelihara kepentingan negara, seperti menjaga keamanan negara terhadap serangan musuh dari luar, membuat jalan untuk umum, membiayai pegawai kerajaan dan sebagainya.
Bagi penduduk yang tidak melakukan penyetoran dalam bentuk natura maka ia diwajibkan melakukan pekerjaan untuk kepentingan umum untuk beberapa hari dalam satu tahun.
Sedangkan orang yang memiliki status sosial yang tinggi termasuk orang kaya dapat membebaskan diri dari kewajiban tersebut dengan membayar uang ganti rugi yang besarnya ditetapkan sesuai dengan jumlah uang untuk membayar orang lain yang menggantikan pekerjaan yang seharusnya dilakukannya.
Kerajaan di Jawa sekitar abad ke XIX, juga melakukan hal semacam itu. Tenaga dari rakyat ditarik sebagai pajak dengan istilah kerja bakti atau gotong royong.
        Baru setelah terbentuknya negara-negara nasional, pajak men

dapat tempat sebagai pendapatan Negara.Dengan bertambah luasnya tugas-tugas negara untuk mempertahankan hukum, ketertiban dan keamanan, maka negara mempekerjakan pegawai-pegawai seperti polisi, hakim dan pegawai negeri sipil. 
BAB II
SUMBER-SUMBER PENERIMAAN NEGARA
A.     BUMI, AIR DAN KEKAYAAN ALAM
Pasal 33 UUD 1945 menentukan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemkmuran rakyat sebesar-besarnya.
B.     Pajak-pajak, Bea dan Cukai
Pajak-pajak, bea dan cukai merupakan peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor pemerintah, yang diharuskan oleh undang-undang dan dapat dipaksakan, dengan tidak mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjuuk, untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.
C.     Penerimaan Negara Bukan Pajak (NON-TAX)
Penjelasan pasal 23 ayat(2) UUD 1945 antar lain menegaskan bahwa segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat seperti pajak dan lai-lain, harus ditetapkan dengan undang-undang, yaitu dengan persetujuan DPR. Oleh karena itu, penerimaan negara diluar oenerimaan perpajakan, yang menetapkan beban kepada rakyat, juga harus didasarkan kepada undang-undang.
Dalam pasal 2 UU. No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak terdapat 7 (tujuh) jenis.
D.     Hasil Perusahaan Negara
Terdapat dalam UU. No. 19 Prp. Tahun 1960, pemerintah telah mengadakan penyeragaman bentuk perusahaan negara tersebut, meskipun hasilnya belum begitu menggembirakan. Kemudian dalam UU. No. 9 Tahun 1969 untuk bentuk perusahaan diatur lebih lanjut dan di golongkan dalam PERSERO, PERUM dan PERJAN. Perusahaan negara adalah pendapatan negara yang dimasukan dalam anggaran pendapatan negara. Yang tergolong perusahaan negara adalah perusahaan yang modalnya merupakan kekayaan dari negara Republik Indonesia.
E.     Sumber-sumber lain
Yang termasuk sumber-sumber lain adalah percetakan uang. Sum,ber terakhir ini oleh beberapa negarasering dilakukan. Pemerintahan indonesia pernah melakukannya dalam memenuhi kebutuhan akan investasi negara untuk membiayai pembangunan yang tercermin dalam anggaran belanja pembangunan. Secara teoristis dapat saja dilakukan oleh negara kapan saja . tetapi cara initidak lah populer karena membawa akibat yang sangat mendalam di bidang ekonomi
BAB III
PENGERTIAN PAJAK DAN HUKUM PAJAK
A.     Umum
Di dalam tiap-tiap masyarakat, dimana ada hubungan tentang manusia dengan manusia, selalu ada peraturan yang mengikatnya yakni hukum. Hukum mengatur tentang hak dan kewajiban manusia. Hak untuk memperoleh gaji/upah dari pekerjaan membawa kewajiban untuk menghasilkan atau untuk bekerja. Hal ini tidak saja belaku dalam hukum publik.
Demikian juga dengan pajak. Hak untuk mencari dan memperoleh penghasilan sebanyak-banyaknya membawa kewajiban menyerahkan sebagian kepada negara dalam meninggikan kesejahteraan umum. Begitu pula hak untuk memperoleh dan memiliki gedung, mobil dan barang lain membawa kewajiban untuk menyumbang kepada negara.
B.     Definisi Pajak
Menurut Prof.Dr.PJA. Adriani, yaitu:
“Pajak adalah iuran pada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas pemerintah”.
Menurut Prof.Dr.MJH. Smeeths, yaitu:
“pajak adalah prestasi pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasiyang dapat ditunjukan dalam hal individual, maksudnya membiayai pengeluaran pemerintah”.
C.     Definisi Hukum Pajak
Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak. Dengan lain perkataan hukum pajak menerangkan:
1.        Siapa-siapa wajib pajak (subjek pajak).
2.        Objek-objek apa yang dikenakan pajak (objek pajak).
3.        Kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah.
4.        Timbulnya dan hapusnya hutang pajak.
5.        Cara penagihan pajak.
6.        Cara mengajukan keberatan dan banding dalam peradilan pajak.
 D.     Dasar Hukum Pemberlakuan Hukum Pajak
Dalam UUD 1945 dicantumkan dalam pasal 23 ayat 2 sebagai dasar hukum pemungutan pajak oleh negara (termasuk bea dan cukai) untuk keperluan negara hanya boleh terjadi berdasarkan undang-undang. Pasal 23 ayat 2 mempunyai arti yang sangat dalam yaitu menetapkan nasib rakyat. Betapa caranya rakyat, sebagai bangsa akan hidup dan darimana didapatnya belanja hidup harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri, dengan perantaan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai wakil mereka.

BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS DAN
ASAS-ASAS PEMUNGUTAN PAJAK

A.     Landasan Filosofis Pemungutan Pajak
Landasan filosofis pemungutan pajak didasarkan atas pendekatan “Benerfit Approach” atau pendekatan manfaat. Pendekatan ini merupakan fundamentalatas dasar filosofisyang membenarkan negara melakukan pemungutan pajak sebagai pemungutan yang dapat dipaksakan dalam arti mempunyai wewenang dengan kekuatan pemaksa. Pendekatan manfaat ini mendasarkan falsafah: oleh karena negara menciptakan manfaat yang dapat dinikmati oleh seluruh warga negara yang berdiam dalam negara, maka negara berwewenang memungut pajak dari rakyat dengan cara yang dapat dipaksakan.
B.     Asas-Asas Pemungutan Pajak
W.J de Langen seorang ahli pajak Belanda menyebutkan bahwa asas-asas pasjak dibagi 7, yaitu:
1.        Asas kesamaan, bahwa setipa orang yang dalam keadaan sama hendaknya dikenakan pajak. Tidak boleh ada diskriminasi dalam pemungutan pajak.
2.        Asas Daya-Pikul, setiap wajib pajak harus dikenakan beban pajak yang sama.
3.        Asas Keuangan Istimewa, seorang yang mendapatkan keuntungan istimewa harus dikenakan pajak istimewa.
4.        Asas Manfaat, mengatakan bahwa pengenaan pajak oleh pemerintah didasarkan atas alasan bahwa masyarakat menerima manfaat barang-barang dan jasa yang disediakan oleh pemerintah.
5.        Asas kesejahteraan, pemerintah memberikan atau menyediakan barang-barang dan jasa bagi masyarakat dan pada pihak lain menarik pungutan-pungutan untuk membiayai pungutan tersebut.
6.        Asas Keringanan Beban, meskipun pengenaan pemungutan pajak merupakan beban masyarakat atau perorang dan betapun tingginya kesadaran berwarga negara, akan tetapi hendaknya diusahakan bahwa beban tersebut sekecil-kecilnya.
7.        Asas keseimbangan, tidak menganggu perasaan hukum, perasaan keadilan dan kepastian hukum.
C.     Syarat-Syarat Pembuatan Undang-Undang Pajak
Suatu undang-undang pajak dapat dikatakan adil, maka syarat yang harus dipenuhidalam pembuatan undang-undang pemungutan pajak adalah sebagai berikut:

1.        Syarat Yuridis
Kekuatan Pembayaran pajak harus seimbang dengan kekuatan membayar pajak.
2.        Syarat Ekonomis
Pungutan pajak janganlah menganggu kehidupan ekonomis dari si wajib pajak.
3.        Syarat Financial
Dimana pajak yang dipungut cukup untuk pengeluaran negara dan sehendaknya pemungutan pajak tidak mengeluarkan biaya yang besar.
BAB V
SUBJEK PAJAK
A.     Subjek Pajak Penghasilan (Pph)
Dalam UU No. 17 Tahun 2000 dalam pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah:
1.        Orang Pribadi;
2.        Warisan yang belum terbagi sebagai kesatuan menggantikan yang berhak;
3.        Badan;
4.        Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat  kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
B.     Subjek Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa (PPN)
Subjek pajak dari Pajak Pertambahan Nilai 1984 yang telah diubah dengan UU. No. 18 Tahun 2000 adalah Pengusaha Kena Pajak.
Pengusaha adalah orang atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya:
1.      Menghasilkan barang, pengusahanya disebut pabrikan/produsen.
2.      Mengimpor barang, pengusahanya disebut eksportir.
3.      Melakukan usaha perdagangan, pengusahanya disebut pedagang.
4.      Melakukan usaha jasa, pengusahanya disebut pengusaha jasa.
C.     Subjek Pajak Bumi Bangunan (PBB)
Subjek pajak dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah orang atau badan, yang:
1.        Memiliki, menguasai.
2.        Memperoleh manfaat atas bumi.
3.        Memperoleh manfaat atas bangunan.
 BAB VI
OBJEK PAJAK
A.     Objek Pajak Penghasilan (Pph)
Dalam Udang-Undang pajak penghasilan No. 7 Tahun 1983 yang telah diubah dengan UU No. 17 Tahun 2000 dianut pengertian penghasilan dalam arti luas, yaitu: setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk Konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak tersebut.
B.     Objek Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa (PPN)
Ketenttuan pasal 4 UU No. 18 Tahun 2000 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN). Menentukan bahwa Objek PPN adalah:
1.        Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
2.        Impor Barang Kena Pajak (BKP) yang dilakukan oleh siapapun.
3.        Penyerahan Jasa Pajak (JKP) di dalam daerah pabean.
4.        Pemanfaata Barang  Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
5.        Pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah di dalam daerah pabaen.
6.        Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) oleh Pengusaha Kena Pajak.
C.     Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan sesuai dengan daya pikul wajib pajak yang mampu membeli barang mewah.dianggap wajib bila dibebani pajak yang lebih besar. Pengenaan pajak ini bertujuan untuk mengembalikan pola konsumsi mewah dari masyarakat yang sekalligus berarti membantu mewujudkan solidaritas sosial, dan pada gilirannya pola konsumsi mewah tersebut diarahkan pada investasi dalam bidang-bidang yang produktif.
Pajak Penjualan dan Barang Mewah dikenakan disamping pajak atas pertambahan nilai, artinya atas penyerahan atau impor barang mewah pertam-tama akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan sebagai tambahannya dikenakan lagi pajak penjualan atas barang mewah.
D.     Objek Pajak Bumi Dan Bangunan
Objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah Bumi dan Bangunan. Bumi adalah permukaan bumi atau tubuh bumi yang ada dibawahnya, termasuk perairan. Bangunan adalah kontruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan yang diperuntukan sebagai tempat tinggal atau tempat berusaha.
BAB VII
UTANG PAJAK DAN PENAGIHANNYA
A.     Timbulnya Utang Pajak
Membicarakan utang pajak maka kita harus berpikir secara analitis, yakni harus mengerti apa pajak dan apa utang. Secara yuridis mengenai utang itu harus ada dua pihak yakni pihak kreditur yang mempunyai hak dan pihak debitur yang mempunyai kewajiban.
Kedudukan debitur dan kreditur pada hukum perdata tidak sama dengan kedudukan debitur dan kreditur di hukum pajak.
B.     Surat Ketetapan Pajak
Pada prinsipnya pajak terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenakan pajak, tanpa menunggu adanya Surat Ketetapan Pajak (SKP). Surat Ketetapan Pajak hanya berfungsi sebagai surat keputusan yang mentukan jumlah pajak yang terutang, jumlah pengurangan pembayaran pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.
C.     Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
Dasar hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa diatur dalam UU No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Dalam pasal 7 UU. No. 19 Tahun 2000 dikatakan bahwa: Surat Paksa berkepala kata-kata “demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa”, mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
D.     Penyitaan
Apabila Surat Paksa telah diberitahukan/disampaikan kepada penanggung pajak dan ternyata penanggung pajak tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana yang telah ditentukan pada Surat Paksa, maka surat paksa harus dilaksanakan terhadap penanggung pajak dan ternyata penanggung pajak tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana yang ditentukan pada Surat Paksa, maka Surat Paksa harus dilaksanakan terhadap penanggung pajak yang bersangkutan. Setelah lewat waktu 2 kali 24 jam dan wajib pajak tidak juga membayar pajak, barulah diadakan penyitaan terhadap barang-barang milik wajib pajak untuk dijadikan jaminan utang pajaknya kepada negara.
E.     Pencegahan Dan Penyanderaan
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penyanderaan dilakukan dengan paksaan tidak langsung terhadap penanggung pajak. Penanggung pajak tersebut dimasukan kedalam penjara dengan harapan agar ia bersedia membayar utang pajaknya, atau supaya keluarganya mampu bersedia membayar utangnya karena malu mempunyai keluarga yang dipenjarakan.
F.      Hapusnya Utang Pajak
Utang pajak yang dapat dihapuskan adalah utang pajak yang tercantum dalam Surat tagihan Pajak, Surat Ketapan Pajak tambahan yang tidak dapat atau mungkin ditagih lagi, disebabkan karena:
1.        Wajib pajak meniggal dunia dengan tidak meniggalkan harta warisan, dan tidak mempunyai ahli waris.
2.        Wajib pajak tidak diketemukan.
3.        Wajib pajak tidak mempunyai kekayaan lagi.
4.        Hak untuk melakukan panagihan sudah lewat waktu (kadaluarsa).

BAB VIII
FUNGSI PEMUNGUTAN PAJAK
A.     Fungsi Budgetair
Fungsi Budgetair adalah memasukkan uang sebanyak-banyaknya dalam kas negara
B.     Fungsi Regulerend
Fungsi Regulerend adalah fungsi mengatur, sebagai uasaha pemerintah untuk turut campur dalam segala lapangan/ bidang guna menyelenggarakan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh pemerintah yang letaknya di luar bidang keuangan dan fungsi mengatur banyak ditujukan kepada sektor wisata. Baik dalam bidang ekonomi, moneter, sosial, kultural maupun dalam bidang politik.
IX
HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
A.     Kewajiban Wajib Pajak
1.        Melaksanakan pendaftaran diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak.
2.        Mengambil sendiri blanko Surat Pemberitahuan (SPT) di tempat-tempat yang ditentukan oleh Direktur Jendral Pajak.
3.        Wajib pajak wajib mengisi dengan benar dan lengkap dan menandatangi sendiri surat pemberitahuan pajak dan kemudian mengembalikan surat tersebut kepada Kantor Inpeksi Pajak.
4.        Menyelanggarakan pembukuan atau pencatatan-pencatatan.
B.     Hak-Hak Wajib Pajak
1.        Wajib pajak mempunyai hak untuk menerima tanda bukti pemasukan surat pemberitahuan.
2.        Wajib pajak mempunyai hak mengajukan pemohonan penundaan penyampaian surat pemberitahuan.
3.        Wajib pajak mempunyai hak untuk melakukan pembetulan sendiri Surat Pemberitahuan (SPT) yang telah dimasukan.
4.        Wajib pajak mempunyai hak untuk mengajukan  permohonan penundaan dan pengangsuran pembayaran sesuai dengan kemampuannya.
5.        Wajib pajak berhak mengajukan  permohonan pengambilan kelebihan pembayaran pajak serta memperoleh kepastian terbitnya Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak.
6.        Wajib pajak berhak mengajukan permohonan pembetulan salah tulis atau salah hitung atau kekeliruan yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak dalam penerapan peraturan Perundang-undangan Perpajakan dll.
BAB X
AKIBAT-AKIBAT EKONOMI PEMUNGUTAN PAJAK
Sebagaiman yang telah diketahui bahwa pajak adalah penyerahan pajak dari sektor swasta kepada negara, berdasarkan undang-undang dan gunanya untuk membiayai pengeluaran umum. Menurut  AP. Lerner, ada dua akibat dengan dipungutnya pajak-pajak, yaitu:
1.        Akan memperbesar pendapatan negara.
2.        Akan mengurangi dana yang tersedia di masyarakat.
Akibat lainnya apabilanegara memungut pajak dari wajib pajak, maka wajib pajak dipaksa untuk mengurangiatau meniadakan penabungan atau kebutuhan lain yang jika tidak ada pungutan berupa pajak kiranya mereka dapat penuhi dari pendapatan dan keuntungan mereka.
 
BAB XI
PEMERIKSAAN DI BIDANG PAJAK
A.     Pengertian dan Dasar Hukum
Menurut Undang-Undang Pajak Nasionbal adalah sistem “ self assessment”, di mana kepada wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung sendiri pajak yang terutang dan menyetorkan ke kas negara.
Mengenai dasar hukum tindakan pemeriksaan di bidang perpajakan adalah:
1.      UU. No. 16 Tahun 2000, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
2.      Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 625/KMK.04/1994 Tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Perpajakan.
B.     Tujuan Pemeriksaan
Tujuan pemeriksaan utanya adalah untuk memperoleh/mengumpulkan bahan-bahan yang dijadikan dasar untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Tambahan, Surat Pemberitaan, Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak, dan lain-lain yang berhubungan dengan administrasi perpajakan.
C.     Laporan Pemeriksaan
Pemeriksa yang melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak ada kewajiban untuk membuat laporan hasil pemeriksaan berpedoman pada PP Nomor 31 Tahun 1986.
 
BAB XII
PERADILAN ADMINISTRASI DI BIDANG PAJAK
A.     Unsur-unsur Peradilan
Unsur-unsur yang diperlukan antar lain, yaitu:
1.        Adanya suatu hukum yang abstrak yang mengikat umum yang dapat diterapkan pada suatu percobaan.
2.        Adanya suatu perselisihan hukum konkret.
3.        Adanya sekurang-kurangnya dua pihak.
4.        Adanya suatu aparatur peradilan yang berwenang memutuskan perselisihan.
B.     Pemasukan Surat Pemberatan
Surat pemberatan ditujukan kepada Direktur Jendral Pajak untuk satu jenis pajak dan satu tahun pajak.
C.     Isi Surat Keberatan
Untuk membuat surat kebertan membutuhakan lima ketentuan yang menjadi syarat minimum, yaitu:
1.        Pernyataan bahwa wajib pajak merasa keberatan terhadap ketetapan pajak.
2.        Jenis pajaknya.
3.        Tahun pajak.
4.        Nomor Pokok Wajib Pajak.
5.        Nama dan tanda tangan wajib pajak.
D.     Keputusan Atas Surat Keberatan
Keputusan Direktur Jendral Pajak atas keberatan wajib pajak dapat berupa:
1.        Menerima seluruhnya atau sebagian.
2.        Menolak seluruhnya keberatan.

BAB XIII
PERADILAN PIDANA PAJAK
A.      Hubungan Pajak Dengan Hukum Pidana
Ketentuan pasal 103 KUH Pidana ini menunjukan bahwa yang dimuat dalam bukuI KUHP, mulai dari babI s/d(pasal 1s/d 85), selain berlaku untuk hal-hal yang disebut dalam undang-undang atau peraturan lain kecuali ditentukan lain.perkataan undang-undang lain dalam pasal 103 KUHP ini, menunjukan juga ketentuan-ketentuan yang dalam Undang-Undang Pajak yang diancam baik sebagai kejahatan maupun  pelanggaran yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tetang Kententuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dapat di pidana sesuai dengan KUH Pidana. Ancaman pidana terhadap tindak pidana pajak dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Kententuan Umum Tata Cara Perpajakan pada pasal 38, 39, 40 dan 41. Tindak pidana di bidang pajak dapat dibedakan dalam:
1.      Pelanggaran.
2.      Kejahatan.
B.     Subjek Tindak Pidana Pajak
Subjek berarti siapa-siapa yang dapat dikenakan sanksi atas perbuatan yang dilakukan di bisang perpajakan. Dalam Undang-Undang Pajak, disamping wajib pajak maka yang dapat dikenakan sanksi pidana adalah pejabat pajak sendiri.
C.     Penyidikan
Diatur dalam pasal 44 Undang-Undang Nomor Ketentuan Umum perpajakan ditegaskan bahwa Pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan direktorat Jendral Pajak diberikan wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyelidikan.
D.     Penuntutan
Penuntutan dilakukan oleh penuntut umum terhadap siapa pun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukum nya dengan melimpahkan p[erkara ke pengadilan yang berwenang mengadili.
E.     Putusan Hakim
Perkara disidangkan dalam sidangm dan terdakwa dipanggil untuk hadir dalam sidang, demikian juga para saksi yang akan didengar dipanggil secara tetulis. Hakim ketua sidang dapt mendengar keterangan saksi mengenai hal tertentu tanpa hadirnya terdakwa. Alat bukti yang diajukan oleh terdakwa atau pihak lain diperiksa, dan keterangan ahli bila didengar.

DAFTAR PUSTAKA

Bohari, H. Pengantr Ilmu Hukum Pajak, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta.1992.

Template by:
Free Blog Templates